Dasar-dasar pemodelan dalam mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan
DASAR- DASAR PEMODELAN DALAM MEMPELAJARI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN
NAMA : YUSTINA
MELING
NIM : 2016610117
TUGAS :
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN
DASAR – DASAR
PEMODELAN DALAM MEMPELAJARI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN
1.
Pengertian
penggolongan model
Model
epidemi penyakit adalah salah satu cara meramalkan suatu kejadian penyakit
tanaman berdasarkan variabel-variabel yang di dapat dari survei. Data di
analisis keseluruhan tanpa batasan petak, kemudian di rangkai dan dilakukan
percobaan secara langsung, di kalikan, ataupun di pangkatkan antara variabel,
hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pengaruh paling tinggi yang dilambangkan
dengan (R2). Model epidemi tanaman terdiri dari subpopulasi inang rentan S
(susceptible), subpopulasi inang terinfeksi dan menularkan I (infectives),
subpopulasi inang sembuh R (recovery), subpopulasi hama rentan P, dan
subpopulasi hama terinfeksi dan menularkan Q. Model ini dapat disajikan secara
matematis dalam bentuk sistem persamaan diferensial nonlinier. Pengertian Model
epidemi penyakit adalah salah satu cara meramalkan suatu kejadian penyakit
tanaman berdasarkan variabel-variabel yang di dapat dari survei. Data di
analisis keseluruhan tanpa batasan petak, kemudian di rangkai dan dilakukan
percobaan secara langsung, di kalikan, ataupun di pangkatkan antara variabel,
hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pengaruh paling tinggi yang dilambangkan
dengan (R2), dari analisis didapatkan model.
2.
Model
kuantitatif dalam epidemiologi
Epidemi penyakit dapat diukur
dinamikannya berdasarkan kurva yang terbentuk selama proses epidemic tersebut
berlangsung. Dengan model, penjelasan mengenai sistem
serta hubungan-hubungannya dapat diberikan
secara kualitatif maupun kuantitatif dan
memungkinkan untuk mengadakan ramalan-ramalan
mengenai keadaan populasi yang bersangkutan
dalam waktu-waktu tertentu (Tarumingkeng,
1994). Pengelolaan penyakit
tanaman melalui studi epidemiologi merupakan konsep strategis selama unsur yang
menjadi indikator dalam proses epidemi tersebut diketahui dan dapat diukur
secara kuantitatif. Taraf pengukuran menunjukkan
derajat dari angka-angka hasil pengukuran. Taraf paling rendah adalah nominal
yang hanya bersifat membedakan.
Pengukuran keparahan penyakit sebenarnya dapat dilakukan secara
langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat
dilakukan dengan pendugaan visual atau dengan pendugaan citra (termasuk
pengindraan jauh). Pengukuran secara tidak langsung dilakukan dengan
menggunakan model untuk menduga keparahan berdasarkan hasil pengukuran kejadian
penyakit. Di antara cara pengukuran tersebut akan memfokuskan pengukuran dengan
melakukan pendugaan visual yang dilakukan dengan:
·
Menduga proporsi atau
persentase luas permukaan bergejala dengan berdasarkan atas kunci gambar
berskala, yaitu pembagian nilai keparahan 0-1 atau 0-100% ke dalam sejumlah
kelas yang masing-masing disertai dengan gambar dan skala.
·
Menduga proporsi atau
persentase luas permukaan bergejala dengan berdasarkan atas kunci deskripsif
berskala, yaitu pembagian nilai keparahan 0-1 atau 0-100% ke dalam sejumlah
kelas yang masing-masing disertai dengan deskripsi dan skala.
·
Menduga keparahan
penyakit dengan memberikan skor, baik dengan ataupun tanpa menggunakan kunci
deskriptif atau gambar pembanding.
Data skor yang
diperoleh dari cara ketiga sebenarnya bukan merupakan data kuantiatif sehingga
seharusnya tidak bisa digunakan untuk analisis kuantitatif. Tetapi meskipun
begitu, data skor sering dikonversi seakan-akan menjadi data rasio dengan
menggunakan rumus:
Dengan
keterangan I=intensitas penyakit, n=jumlah satuan pengamatan yang
menunjukkan hasil pengukuran yang bernilai sama, v=nilai hasil penukuran satuan
pengamatan, Z=nilai hasil pengukuran tertinggi yang mungkin dicapai. Bila
perhitungan dilakukan dengan menggunakan skor sebagai nilai v maka yang
kemudian terjadi adalah menyulap data bertaraf ordinal menjadi seolah-olah
bertaraf rasio (peneliti sekaligus menjadi tukang sulap). Rumus di atas dapat
digunakan seandainya sebagai nilai v digunakan data proporsi atau persentase
luas permukaan permukaan bergejala hasil pengukuran keparahan penyakit dengan
menggunakan kunci gambar berskala atau kunci deskriptif berskala. Selain
menyulap data ordinal menjadi seakan-akan merupakan data rasio, penggunaan skor
sebagai nilai v pada rumus di atas akan menghasilkan data keparahan penyakit
yang jauh lebih tinggi daripada keparahan yang sebenarnya.
3.
Penerapan
pemodelan dalam epidemiologi penyakit
Model-model
epidemi dikembangkan dengan tujuan untuk memeperbaiki kemampuan pemahaman dan
perkiraan perkemabangan suatu penyakit epidemi penyakit tumbuhan, pemetaan
peran kompleks factor yang memungkinkan
untuk mengetahui besar pengaruh setiap factor terhadap factor lainnya dan
mungkin merupakan penentu factor yang perlu dikaji. Model-model matematika
untuk tujuan analisis dan memahami dinamika penyakit. Model dicoba untuk
menggambarkan dinamika perkembangan penyakit dalam bentuk persamaan. Model
adalah penyederhanaan dari keadaan sebenarnya dan digunakan dalam beberapa cara: untuk membangun hipotesis,
untuk mengidentifikasi pertanyaan -pertanyaan penting untuk penyelidikan
percobaan, dan untuk mengembangkan
prakiraan secara umum. Model dibangun untuk memperoleh formulasi atau
simplifikasi dari suatu sistem yang memberikan gambaran mengenai keadaan sebenarnya
(real situation), menjelaskan perkembangan suatu populasi patogen dan
representasi abstrak dari suatu proses perkembangan yang dapat diilustrasikan
dalam bentuk verbal, grafik atau persamaan matematik. Dengan model, penjelasan
mengenai sistem serta hubungan-hubungannya dapat diberikan secara kualitatif
maupun kuantitatif dan memungkinkan untuk mengadakan ramalan-ramalan mengenai
keadaan populasi yang bersangkutan dalam waktu-waktu tertentu. Model matematika
banyak digunakan dalam epidemiologi. Model yang dibangun dapat berupa model empirik
(model korelatif atau deskriptif) yang dikembangkan berdasarkan sekumpulan data
yang tersedia sehingga data harus tersedia lebih dahulu baru kemudian
selanjutnya adalah menentukan modelnya
atau berupa model teoritis (mekanistik, eksplanatori, model biologis atau model fisik) yaitu model
yang pemakaiannya berdasarkan pada konsep, hipotesis atau teori jadi bukan
karena ketersediaan data.
Komentar
Posting Komentar